ISLAM mengajarkan umatnya untuk
hidup seimbang antara memenuhi kebutuhan dunia dan akhirat, antara memenuhi
kebutuhan jasmani dan rohani, atau antara material dan spiritual.
![]() |
www.rumahzakat.org |
Keseimbangan dunia-akhirat itu
dalam pengertian praktisnya adalah bekerja (yang halal) untuk cari harta
(nafkah), tapi jangan lupakan kewajiban agama (amal ibadah)! Atau sebaliknya,
rajinlah beribadah, tapi jangan lupakan kewajiban bekerja mencari nafkah!
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di bumi…” (Q.S. 28:77).
“Bekerjalah untuk duniamu
seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu,
seolah-olah kamu akan mati besok” (H.R. Baihaqi).
“Bukanlah orang yang paling baik
darimu itu yang meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang
meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab, dunia itu penyampaian pada
akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia” (H.R. Ibnu ‘Asakir dari
Anas).
Islam sangat menekankan umatnya
agar bekerja, mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini dengan
tangan sendiri. Adanya siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan isyarat
akan adanya kewajiban bekerja (pada siang hari).
“Dan Kami telah membuat waktu
siang untuk mengusahakan suatu kehidupan” (Q.S. An-Naba’:11).
“Kami telah menjadikan untukmu
semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit
sekali kamu berterima kasih” (Q.S. Al-A’raf:10).
“Maka menyebarlah di bumi dan
carilah rezeki dari keutamaan Allah” (Q.S. A-Jum’ah:10).
“Demi, jika seseorang di antara
kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul
ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu
lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain…” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Bekerja mencari rezeki untuk
memberi nafkah keluarga bahkan digolongkan beramal di jalan Allah (Fi
Sabilillah). Sebagaimana Sabda Nabi Saw: “Jika ada seseorang yang keluar
dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil,
maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri
agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi
jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah ‘di jalan
setan’ atau karena mengikuti jalan setan” (H.R. Thabrani).
Rasulullah Saw pernah ditanya,
“Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik adalah
usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap
baik” (H.R. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).
Dari sejumlah nash di atas, maka
dapat disimpulkan, Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja. Karenanya, dalam
Islam bekerja termasuk ibadah karena bekerja termasuk kewajiban agama.
Islam tidak menginginkan umatnya melulu melakukan ibadah ritual yang sifatnya berhubungan langsung dengan Allah (hablum minallah), tetapi menginginkan umatnya juga memperhatikan urusan kebutuhan duniawinya sendiri (pangan, sandang, dan papan), jangan sampai menjadi pengangguran, peminta-minta, atau menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidupnya kepada orang lain. Wallahu a’lam.
sumber: ed/ddhongkong.org
Semoga Sobat hari ini lebih baik dari kemarin, jika ada yang ingin ditanyakan terkait program RZ Cilegon, silahkan isikan komentar dibawah ini
EmoticonEmoticon